Jumat, 08 Februari 2013

7 AKHWAT

“Eh, ada tamu. Temannya Mbak Uswatun ya?” sapa Aisyah ketika pulang kuliah dan masuk ruang tamu. Heran juga ia melihat tiga lelaki yang berpenampilan agak kasar itu. “Ih, Uswatun kok punya temen serem gitu sih,” batinnya.

 “Iya, Mbak. Baru pulang kuliah?” sahut salah satu dari para ‘tamu’ itu, sambil mengepulkan asap rokoknya.

 “He-eh. Sudah ketemu Uswatunnya?” tanya Aisyah.

 “Belum, Mbak. Dari tadi nggak keluar-keluar,” sahut lelaki tadi sambil melirik dua temannya yang cuma senyum-senyum.

 “Iya deh, tak panggilin ya?” Aisyah setengah berlari ke kamar Uswatun. Pintunya tertutup rapat. Langkahnya berhenti di depan kamar karena mendengar suara rintihan seorang perempuan. “Mbak, mbak Us… Mbak tidak apa-apa?” Aisyah mengetuk pintu.

 “Eungghhh… Aaunghhh… Mmmmmfff…” yang terdengar justru sahutan erangan Uswatun yang tengah menerima gempuran habis-habisan di vagina dan mulutnya.
AISYAH


 Aisyah memberanikan diri membuka pintu. Matanya langsung terbeliak melihat seorang gadis berjilbab terikat di ranjangnya, ditindih dua lelaki telanjang. Aisyah langsung berbalik, lari…

 “Tolooongg… Tolooong…” teriaknya agak keras. Baru lima langkah berlari, Aisyah terpaksa berhenti karena tiga lelaki yang tadi di ruang tamu menghalangi jalannya.

 “Ada apa, Mbak?” tanya yang berambut jabrik.

 “Us-Uswatun… di-diper… kosa…” Aisyah terbata-bata.

 “Ooo, dia tidak diperkosa kok. Mereka lagi bermain, nyoba-nyoba masukin  kontol ke dalam tempik…” balas jabrik santai.

 Aisyah seperti mendengar petir saat lelaki di depannya mengatakan itu. Ia berupaya menghindar dan lari lagi. “Toollloooo… Mmmbbbppp…”

 Tapi dua lelaki langsung mencengkeram kedua lengannya dan salah satu membungkam mulutnya. Aisyah melotot ketakutan. Apalagi satu lelaki lagi menempelkan belati ke lehernya. “Jangan coba-coba teriak, mengerti!” desisnya.

 Aisyah mengangguk dan mulutnya tak dibungkam lagi. “Ja-jangan… perkosa saya…” ibanya.

 “Seperti kami bilang. Kami tak akan memperkosa. Cuma memasukkan kontol-kontol kami ke dalam tempik kalian. Ingat, kamu hanya boleh merintih dan mengerang. Kalau coba-coba teriak, kamu bisa kehilangan ini…” laki-laki itu menekan pisau lebih keras ke leher Aisyah.

 “Aduduh, iya… iya… Lepaskan! Aduh…” Aisyah memekik. Lelaki di depannya mencengkeram payudara kanannya dari luar jilbab dan jubahnya. Begitu keras cengkeraman itu seolah gumpalan daging itu bakal lepas dari tempatnya.

 “Awwhhh… Aawwhhhh…” Aisyah mengaduh ketika tiba-tiba dua hantaman tinju seperti disengaja diarahkan ke kedua payudaranya. Pukulan sekali lagi menghantam selangkangannya, membuatnya tersungkur di lantai dengan nafas tersengal.

 Aisyah tak bisa berteriak ketika salah satu lelaki merobek bagian bawah pakaiannya dan mengikat kedua tangannya ke belakang dengan sobekan kain itu. Lelaki itu merobek lagi jubah abu-abunya untuk menyumpal mulutnya.

 Mahasiswi se-Fakultas dengan Uswatun itu lalu dipaksa berdiri oleh seorang lelaki yang merengkuhnya dari belakang. Aisyah meronta dan merintih ketika melihat lelaki di depannya menyingkapkan jilbabnya ke pundaknya, lalu mencengkeram keras payudaranya lagi. Gadis asal desa perbatasan Yogya-Jateng itu makin ketakutan ketika jubahnya dilucuti.

 Dua lelaki di depannya tertawa-tawa melihat gadis itu kini hanya mengenakan BH dan celana dalam. Aisyah merinding, apalagi saat lelaki yang memegang belati menurunkan pisaunya, melingkari gundukan daging payudaranya yang menyembul dari kantung BH.
AISYAH


 Lalu mata pisau menyelip di sambungan kantung BH. Sekali tarik, BH Aisyah putus dan langsung direnggut lelaki satunya. Gadis itu terisak saat sang lelaki menyentuhkan ujung belati ke dua putingnya yang mungil dan hitam. Sementara lelaki di belakangnya menggenggam kedua payudaranya yang montok sehingga terlihat makin menjulang.

 Aisyah gemetar ketika kemudian pisau itu ditempelkan ke bawah, lalu menyelinap ke balik celana dalamnya. Logam yang dingin menyentuh celah bibir vaginanya, membuatnya gemetar. Sekejap kemudian, celana dalamnya juga menjadi mangsa pisau itu. Kini tak ada seutas benang pun menutupi tubuhnya yang kuning langsat, kecuali sehelai jilbab di kepalanya dan kaus kaki krem di mata kakinya.

 Takut bercampur malu sungguh menyiksa Aisyah, sebab belum pernah orang lain melihat tubuhnya tanpa pakaian. Apalagi, tiga lelaki itu kini berebut meremas vaginanya yang berambut tipis.

 Aisyah putus asa. Air mata menitik dari kedua matanya. Tiga lelaki itu kini sudah melepas celana mereka dan memperlihatkan penis yang hitam dan besar. Aisyah dipaksa berbaring telentang di lantai saat lelaki yang memegang pisau mengangkat kedua belah kakinya ke atas.

 “Ampuun… Oooohh… Jangan! Aaaaaakkhhh…”

 Tanpa basa-basi, laki-laki itu memasukkan penisnya ke dalam vagina Aisyah. Mahasiswi cantik itu mengerang panjang merasakan vaginanya sangat pedih. Ia merasa ada yang koyak di dalam. Ia makin tak karuan ketika sumbat mulutnya dilepas lalu lelaki lain memaksanya mengulum penisnya. Sementara lelaki ketiga hanya meremas-remas buah dadanya, menarik-narik putingnya dan mencabuti bulu kemaluannya.
USWATUN


 Setelah beberapa menit, lelaki yang merenggut mahkotanya mencapai klimaks dan menumpahkan sperma ke dalam rahimnya. Disusul oleh rekannya yang menumpahkan sperma di dalam mulutnya. Aisyah terbatuk sehingga semprotan sperma berikutnya menodai wajah lembutnya serta jilbab abu-abunya. Lelaki ketiga tak mau berlama-lama, memperkosa Aisyah yang lunglai dengan kasar, lalu menyemprotkan sperma ke wajahnya lagi.

 ***

 Mulut Aisyah yang penuh sperma sudah disumbat lagi. Ia masih terikat ketika diseret ke kamar mandi, lalu selang yang menyemprotkan air deras disodokkan ke vaginanya. Air yang mengalir ke luar berwarna merah bercampur lendir putih. Aisyah kelojotan menahan pedih.

 Dari kamar mandi, tiga lelaki itu mengacungkan jempol kepada dua rekannya yang tadi mengerjai Uswatun. Pintu kamar Uswatun terbuka dan terlihat gadis itu pingsan. Ketiga lelaki itu lalu kembali ke ruang tamu, menunggu 4 gadis lainnya yang belum kembali.

 Sementara dari dekat kamar mandi kembali terdengar jerit, atau lebih tepatnya, rintihan Aisyah yang diseret dua lelaki yang tadi memperkosa Uswatun. Dengan tangan tetap terikat, Aisyah dibaringkan di atas meja makan. Kakinya menjuntai ke bawah meja. Sobekan celana dalamnya kemudian disumpalkan ke mulutnya sendiri. Karena itu ia hanya bisa mengerang ketika vaginanya jadi sasaran pemuas mulut. Kedua payudaranya yang tak seberapa besar pun dicengkeram dan dijilati. Lalu, terasa vaginanya kembali disodok penis yang keras dan panjang. Aisyah mengerang panjang ketika kedua putingnya ditarik ke atas tinggi- tinggi. Otot-otot vaginanya berkontraksi ketika ia kesakitan. Akibatnya, pemerkosanya semakin terangsang untuk terus menyakitinya. Kali ini, sambil memaju-mundurkan penisnya, lelaki itu mencabuti sehelai demi sehelai rambut kemaluan Aisyah yang lebih lebat dari milik Uswatun.
USWATUN


 Aisyah terisak-isak ketika lelaki itu akhirnya usai dan menyemprotkan spermanya ke dalam rahimnya. Tapi itu belum berakhir. Lelaki kedua kini menekan-nekan anusnya dengan telunjuk. Diolesinya lubang sempit itu dengan sperma temannya yang meleleh keluar dari celah vaginanya.

 “Ngghhh… Ngghhhhh…” Aisyah melengkungkan punggungnya saat telunjuk lelaki itu mulai menyusup masuk. Lalu, satu jari lagi menyusul. Aisyah mengerang keras. Belum pernah ia merasakan sakit seperti itu. Apalagi kemudian dua jari lagi masuk. Lalu, dua telunjuk dan dua jari tengah, bergerak ke arah berlawanan, melebarkan lubang anusnya. Lelaki itu kini menempatkan kepala penisnya di lubang itu dan melepaskan tarikannya.

 Aisyah merintih. Sesuatu yang besar terasa mengganjal di pintu liang anusnya. Apalagi, lelaki itu kemudian mulai mendorong. Aisyah mengerang dan meronta sejadinya. Bagian bawah tubuhnya seakan terbelah.
USWATUN


 Lelaki itu terus menyodominya. Tiap ditarik keluar, terlihat penisnya bernoda darah. Tetapi itu justru membuatnya makin bernafsu. Tangan kanannya meremas-remas kedua payudara Aisyah, seolah hendak meremukkannya. Tangan kirinya meremas vagina Aisyah dan dua jarinya masuk jauh ke dalam. Lalu dengan tusukan jauh ke dalam, lelaki itu menumpahkan spermanya ke dalam anus mahasiswi itu. Hanya beberapa saat sebelumnya, Aisyah pingsan.

 ***

 Dua jam lebih, kelima lelaki itu menunggu gadis lainnya datang. Aisyah masih pingsan di meja makan. Uswatun yang siuman tak mampu melakukan apapun. Namun, ketika seorang diantara pemerkosanya masuk kamar dan iseng mengolesi kedua puting dan klitorisnya dengan rheumason, ia kelojotan menahan panas.

 Kelima lelaki itu nyaris bersorak ketika mendengar deru motor di depan rumah. Dari jendela ruang tamu terlihat, Halimah turun dari motor yang dikendarai seorang gadis berjilbab pendek. Mata kelima lelaki itu tak lepas dari sepasang payudara pengendara motor itu. Sebab, meski berjilbab, ia mengenakan kaus lengan panjang ketat berwarna pink, sewarna dengan jilbabnya. Saking ketatnya, bentuk tubuhnya begitu kentara, terutama tonjolan besar di dadanya. Bahkan, jilbab kecilnya tersingkap menampakkan leher T-Shirt yang lebar. Bahunya yang putih terbuka dan sebelah tali BH putih yang kecil terlihat di situ.

 “Kita dapat dua lagi…” bisik pimpinan komplotan itu. Tapi ia kecewa melihat gadis itu kembali menstarter motornya. Kekecewaannya terobati begitu mendengar Halimah berkata, “Jangan lupa jemput jam 3 ya?”

 Gadis berkaus ketat itu pun pergi. Dan kini Halimah dengan santainya masuk rumah, mendorong pintu ruang tamu yang sedikit terbuka.

 “Eh, ada tamu. Cari siapa?” Halimah menyapa setelah agak terkejut melihat ruang tamu berisi 5 lelaki yang tak dikenal.
HALIMAH


 “Cari Halimah dong…” kata pimpinan komplotan yang duduk tepat di sisi Halimah berdiri.

 “Cari saya? Ada perlu apa ya?” Halimah mengerutkan keningnya.

 “Perlunyaaa… mau lihat memek kamu…” sambil berkata begitu, lelaki itu menangkupkan telapak tangannya, tepat di pangkal paha Halimah.

 “Aiiihhh…” Halimah berkelit mundur. “Jangan kurang ajar ya…” katanya.

 “Kami nggak akan kurang ajar kalau kamu tidak berteriak dan mau menurut perintah kami…”

 Halimah ketakutan ketika melihat lima lelaki itu masing-masing menghunus pisau lipat. Ia mencoba lari, tetapi seorang di antara mereka sudah berdiri di depan pintu.

 “Kalian mau apa?” katanya lirih, wajah cantiknya pucat.

 “Seperti kubilang tadi, mau lihat memek kamu. Ayo, sekarang buka baju. Ayo, jangan sampai kami robek-robek bajumu dengan pisau ini,” sahut pimpinan komplotan.

 “Saya… saya…nggak mau…” sahut Halimah.

 “Kalau nggak mau, kamu bisa bernasib seperti Uswatun dan Aisyah,”

 “Uswatun… Aisyah… kalian apakan mereka?”

 “Coba kamu lihat sendiri. Kalau kamu tak ingin seperti mereka, cepat balik ke sini lagi.”

 Halimah cepat berlari ke dalam. Sejurus kemudian terdengar Halimah memekik menyebutkan nama teman-temannya. Kelima lelaki itu tertawa- tawa. Tawa mereka makin menjadi melihat Halimah kembali kepada mereka dengan wajah panik.

 “Jangan… Jangan perkosa saya…” katanya lirih.

 “Tentu tidak, sayang… Asal kamu menuruti semua perintah kami,” sahut pimpinan komplotan. “Nah, sekarang buka rokmu,” lanjutnya.

 Halimah gemetar. Di bawah tatapan 5 pasang mata, ia menurunkan ritsleting rok panjangnya. Di baliknya ada rok dalam. Itupun segera lepas. Halimah menunduk. Tangannya bersilangan di depan pangkal pahanya. Ia kini hanya memakai blus panjang 20 cm di atas lututnya dan jilbab yang juga panjang. Para lelaki itu berdecak melihat sepasang pahanya yang putih mulus.

 “Jilbab. Nggak usah dibuka, sampirkan ke pundak,” perintah pimpinan komplotan.

 Wajah Halimah makin merah padam saat blusnya akhirnya harus lepas. Lalu kaus dalam pun lepas. Tinggal kini jilbab, bra dan celana dalam putih yang menampakkan ketembaman bukit vaginanya.

 “Wow, kamu cantik sekali. Nah, sekarang keluarkan satu tetekmu!” teriak mereka.

 Halimah terisak. Tangannya gemetar menyelusup ke balik cup kanan BH-nya dan… kelima lelaki itu bersorak melihat payudara yang indah merojol dari wadahnya. Bulat putih mulus dengan puting mungil berwarna pink.
HALIMAH


 “Ayo, anggap saja kamu jualan susu. Bawa ke sini susu itu.” Halimah yang tak punya pilihan lain pun berkeliling. Satu demi satu srigala-srigala itu menjilat dan mengulum putingnya. Sementara tangan-tangan mereka mulai menjamah kemaluannya. Usai lelaki kelima ‘mimik cucu’, Halimah diminta berbalik.

 “Nah, sekarang bagian terpenting. Buka celanamu dan sekarang kamu jualan memek,” perintah pimpinan komplotan. Isak Halimah makin keras saat ia menurunkan celana dalamnya.

 Kemaluannya yang berbulu tipis pun terbuka bebas. Edan, ia kemudian diperintah naik ke atas sofa ruang tamu dan mengangkangi satu persatu wajah kelima lelaki itu.

 Halimah kini menangis. Kelima lelaki itu menjilati vaginanya. Menguakkan labianya hanya untuk memasukkan lidah-lidah mereka.

 Akhirnya, begitu lelaki kelima usai, Halimah terkejut karena kedua tangannya diringkus ke belakang dan langsung diikat. “Eh…uhh…kok diikat sih?” katanya.

 “Iya, supaya kamu nggak ngelawan. Soalnya pertama kali pasti sakit sekali…” Halimah terkejut, tetapi terlambat.

 “Ka-katanya… kalian nggak akan memperkosa saya…”

 “Tadinya begitu… tapi melihat memekmu ini, jadi nggak tahan…”

 Halimah panik. “Kalian bohong… kalian… penipu…” jeritnya.

 “Bukan…bukan penipu. Tepatnya…pemerkosa,” sahut pimpinan komplotan sambil berdiri dan mendorong Halimah hingga jatuh terlentang di meja ruang tamu. Halimah berontak tapi seorang lelaki langsung mengangkangi wajahnya. Tanpa banyak kesulitan, lelaki itu menyumpal mulut Halimah dengan penisnya yang besar.

 Halimah panik ketika merasakan sesuatu yang hangat dan keras menekan pintu liang vaginanya. Ketakutannya terbuktI ketika akhirnya ia merasakan sesuatu itu mulai menerobos dan… “Nggghhhh… Nnnggghhhhhhh… Mmffffff…” Halimah mengerang sejadinya saat lelaki itu dengan tiba-tiba mendorong penisnya jauh ke dalam vagina perawannya.
HALIMAH


 Satu persatu kelima lelaki itu menumpahkan sperma ke mulut, rahim dan wajah lembut Halimah. Namun, ketika seorang di antara mereka menerobos anusnya, Halimah tak kuat lagi. Ia akhirnya pingsan. Tetapi tetap saja sperma lelaki itu ditumpahkan ke dalam anusnya.

 ***

 Uswatun, Aisyah dan Halimah masih pingsan. Aisyah di meja makan, Uswatun di kamarnya bersama Halimah yang masih terikat, dibaringkan di sebelahnya.

 Kelima lelaki itu masih belum puas. Tiga gadis belum cukup. Apalagi, masih ada empat lagi yang segera datang. Betul saja, sekitar pukul 13.30, terdengar deru sepeda motor langsung masuk ke garasi samping. Kelima lelaki itu mengintip dari ruang tamu.

 Tampak seorang gadis berseragam blus panjang sepaha dan rok panjang abu-abu serta jilbab putih setengah berlari ke kamar mandi. Indah, gadis remaja itu begitu kebelet pipis. Sampai-sampai ia tak melihat ada apa di atas meja makan, 5 meter dari kamar mandi. Yang jelas, di kamar mandi, ia menarik ke atas rok panjangnya, menurunkan celana dalamnya dan jongkok. Lalu… cuuurrr…

 Usai membersihkan kelaminnya, dengan wajah lega Indah keluar kamar mandi. Namun…

 “Eh, ada apa ini? Ehhh, Mbak Aisyah?” Indah terpekik.
UMMI


 Di depannya, seorang lelaki meringkus Ummi. Di tangan lelaki yang meringkusnya ada sebilah clurit yang ditempelkan di lehernya, menekan jilbab gadis Jepara itu. Indah juga terkejut melihat Aisyah yang pingsan tergeletak telanjang di meja makan.

 Ummi cuma bisa menggumam dan menggeliat-geliat ketika tiga lelaki di sekelilingnya meremas-remas payudara dan selangkangannya. Sementara Indah masih kebingungan.

 “Oke adik kecil. Kamu lihat mbakmu di meja makan itu? Lihat juga yang di kamar ini…” kata seorang lelaki sambil membuka pintu kamar Uswatun. Indah memekik lagi melihat keadaan di dalam kamar.

 “Kalian… mau… apa…?” katanya gemetar.

 “Nah. Itu pertanyaan bagus. Lihat clurit ini, siap memotong leher Mbakmu, kalau kamu membantah perintah kami. Oke, sekarang lepas rokmu. Perlihatkan kepada kami memek yang barusan kamu bersihkan itu,” lanjut lelaki itu.

 Wajah Indah pucat pasi. Ia berdiri gemetar.

 “Cepat…!!!”

 “Mmmmfff… Nngghhh…” Ummi meronta, clurit itu ditarik ke arah lehernya. Indah ketakutan. Cepat-cepat ia memelorotkan rok abu-abu panjangnya. Kelima lelaki itu berdecak melihat kemulusan paha Indah di bawah blus putihnya.

 “Celana dalam juga!” lanjut lelaki yang meringkus Ummi. Ummi kembali mengerang saat clurit ditarik lagi ke arah lehernya. Indah memelorotkan celdamnya. Kelaminnya tak sampai kelihatan karena tertutup blus panjangnya.

 “Bagus, sekarang angkat bajumu dan kamu keliling tawarkan memek kamu.”

 Indah perlahan mengangkat blusnya. Kelima lelaki itu kembali bersorak melihat vagina yang nyaris tak berambut itu. Apalagi, Indah kemudian berjalan mendekati mereka.

 “Siapa mau, siapa mau…” kata Indah lirih.

 “Mau apa? Bilang yang keras…”
UMMI


 “Hiks… hiks… siapa mau… hiks… memek... siapa mau… memek… hiikkss…” Indah terisak.

 “Bilang… memek perawan gitu…”

 “Siapa mau memek… hiks…perawan…” kata Indah sambil berkeliling. Beberapa kali ia terpekik. Para lelaki yang didatanginya memegang- megang vaginanya dan menarik-narik rambut yang ada disitu.

 “Aku mau lihat memek perawan…” kata seorang di antara mereka lalu berjongkok dan memegangi pinggang Indah.

 Indah menggeleng-gelengkan kepalanya ketika lelaki itu mendekatkan wajahnya ke pangkal pahanya. Kumis lelaki itu membuatnya kegelian. Apalagi, kini ia merasakan bibir kelaminnya dikuakkan dan…

 “Aeengghhh…” Indah merasa bagian dalam vaginanya dijilati. Sementara dua lelaki mengapit di kanan kirinya, mengangkat seragam putih lengan panjangnya sampai ke dada. Lalu bra-nya yang cuma ukuran 32 ditarik turun. Indah terisak, kedua lelaki itu kini mempermainkan payudaranya yang tengah tumbuh. Meremas-remas dan memilin-milin putingnya.

 ABG itu mengerang-erang ketika akhirnya tiga titik sensitif di tubuhnya diserang jilatan dan kuluman. Ia tak tahu, apakah yang dirasakannya adalah siksaan atau kenikmatan. Yang jelas, di tengah kejengahannya, ia merasakan sesuatu yang seolah meledak dalam dirinya dan membuat sekujur tubuhnya lunglai.

 Sementara Ummi, mahasiswi di depannya, tersiksa bukan main melihat teman kos termudanya dilecehkan sedemikian rupa. Apalagi, ia sendiri menghadapi ancaman yang tak kalah menakutkan. Dua lelaki yang meringkusnya tengah mempermainkannya.

 Jilbab coklat Ummi disampirkan ke pundaknya. Lalu, bajunya dilubangi selebar 10 cm dengan clurit, tepat di bagian tonjolan kedua payudaranya, sehingga menampakkan bra putihnya. Tepat di pucuk bra itu, dibuat lagi lubang seujung jari. Akibatnya, kedua puting Ummi nongol dari situ.

 “Tolong… jangan… kalian sudah perkosa… tiga teman kami… apa itu belum cukup…?!” katanya mengiba saat kedua putingnya ditarik-tarik melalui lubang kecil itu.

 “Wah, belum, Non. Kan di rumah ini ada 6 memek. Nanti kalau semua sudah kami perkosa, baru cukup…” sahut lelaki yang memegang clurit sambil mengakhiri kata-katanya dengan mengulum puting kiri Ummi. Lelaki di sebelahnya pun melakukan hal serupa pada puting kanan.

 Indah yang dirubung tiga lelaki kini betul-betul telanjang, kecuali selembar kain putih di kepalanya. Tubuhnya yang putih mulus basah kuyup oleh keringat dan liur ketiga lelaki itu.

 “Bawa sini anak manis itu…” kata pimpinan kelompok sambil tangannya yang berada di balik celana dalam Ummi terus meremas-remas.

 Indah yang terus berlinang airmata kini berdiri berhadap-hadapan dengan Ummi yang tak kalah takutnya. ABG itu menggeliat ketika puting kanannya dipilin pimpinan kelompok.
INDAH


 “Nah, sayang… Mbakmu ini perlu solider dengan nasibmu kan? Oke, sekarang kamu telanjangi dia ya?” katanya sambil memperkeras pilinannya.

 “Aduh… aduduh… iya… iya…” sahut Indah, lalu mulai melucuti kancing jubah coklat muda Ummi.

 Tak lama kemudian, tak ada lagi yang melekat di tubuh gadis itu, kecuali jilbabnya. Tubuhnya bagus juga. Payudaranya tak besar, tapi tampak bulat dan berisi dengan puting yang mungil dan mengacung.

 Pangkal pahanya tampak menggembung dengan sedikit rambut di situ. Ummi terisak-isak ketika ditelentangkan. Lalu Indah pun dipaksa tengkurap di atas tubuhnya dengan posisi ’69′. Kedua gadis itu kini dapat saling melihat kelamin mereka.

 “Ayo, sekarang mulai saling menjilat!” Para lelaki kemudian menekan kepala dan pantat Indah. Akibatnya, mulut Indah rapat ke vagina Ummi. Sementara vaginanya rapat ke mulut Ummi. Kedua gadis itu mengerang-erang dan mencoba memalingkan wajah mereka. Bibir keduanya terkatup, begitu pula mata mereka.

 PLAKKK… PLAKKK…!!!

 “Awwww…” Indah menjerit. Kedua bulatan pantatnya ditampar keras sampai memerah.

 “Cepat jilat, jangan bikin kami marah. Dan pelototin memek di depanmu itu!”

 “Aduhhhhh…” giliran Ummi memekik. Rambut yang tak seberapa di vaginanya dijambak hingga tercabut sebagian.

 “Kamu juga, jilatin memek di atasmu itu!”

 Tak ada pilihan lain bagi keduanya selain mulai saling menjilat.

 Kelima lelaki itu melotot memandangi adegan langka yang tak bakal ditemui di situs internet manapun, sambil sesekali mempermainkan payudara mereka. Keduanya mulai merintih-rintih setelah 15 menitan saling menjilat. Apalagi, 5 menit terakhir, bibir vagina mereka dikuakkan, sehingga lidah ‘lawan’ menyapu klitoris masing-masing.

 Vagina keduanya kini tampak mengkilap. Basah oleh liur dan cairan yang keluar dari celahnya. Indah hampir menjerit ketika tiba-tiba kepalanya didongakkan dan tepat di hadapannya sebatang penis mengacung tegak. ABG itu tak kuasa menolak saat dipaksa mengulumnya.
INDAH


 Lalu, kepala bagian belakangnya dipegangi dan penis itu pun digerakkan maju mundur di dalam rongga mulutnya. Indah ingin teriak, apalagi ia merasa sebatang telunjuk dipaksa masuk ke dalam anusnya. Tapi yang keluar hanya gumaman.

 Ummi mengalami penderitaan serupa. Bahkan lebih parah. Dalam posisi berbaring, kepalanya dipaksa mendongak dan sebatang penis disodokkan ke rongga mulutnya. Posisi itu membuat kantung zakar lelaki di atasnya menutupi hidungnya hingga ia kesulitan bernapas.

 Tapi untungnya tak lama. Lelaki itu segera menarik keluar penisnya yang tampak amat tegang dan basah oleh liurnya. Di tengah kelegaannya, Ummi mencemaskan nasib Indah. Sebab, dilihatnya kepala penis itu kini menekan pintu liang vagina Indah. Betul saja….

 “Eungghhhhhh… Uummmffff… Eengggghhhh…” terdengar Indah mengerang keras dan tubuhnya meronta-ronta. Penis itu didorong dengan kekuatan penuh, menerobos segala halangan di dalam vaginanya.

 “Uuuuhhh… memek perawan yang hebat!” komentar pemilik penis itu. Ia merasakan penisnya seakan dicengkeram oleh dinding vagina Indah yang sempit. Namun bagi Indah, itu dirasakannya sebagai rasa pedih luar biasa.

 Perlahan lelaki itu menarik mundur penisnya. Cengkeraman dinding vagina yang kuat dirasakannya sebagai kenikmatan luar biasa. Tapi tidak bagi Indah. Ia merasa seolah sebilah belati menyayat di dalam vaginanya. Lain lagi dengan Ummi. Ia bergidik melihat sepanjang batang penis di hadapannya berlumur lendir dan darah keperawanan Indah.

 Sekejap kemudian, kembali lelaki itu mendorong dengan kekuatan penuh. Kali ini ia tak ingin berlama-lama. Digenjotnya sekuat tenaga sambil berpegangan pada pinggul gadis remaja itu. Sampai akhirnya, Indah merasakan semburan panas di dalam rongga kelaminnya. Ia ingin teriak, tapi penis besar masih menyumbat mulutnya. Apalagi, selang beberapa detik kemudian, penis di mulutnya juga menyemburkan sperma.

 Indah nyaris tak sadarkan diri ketika penis di dalam mulutnya ditarik keluar. Seketika itu juga, kepalanya didongakkan dan rahangnya dikatupkan. Akibatnya, Indah terpaksa menelan cairan kental yang membuatnya mual itu.

 Posisi itu membuat Indah menduduki wajah Ummi. Ummi pun mengalami hal serupa. Ia dipaksa membuka mulutnya. Perlahan, cairan putih kental bercampur darah Indah mengalir dari celah vaginanya dan masuk ke mulut Ummi. Ketika tetesan hampir berhenti, seorang lelaki di belakang Indah menyendoki sperma dari dalam vaginanya dan menyuapkan ke mulut Ummi yang tampak dipenuhi sperma pemerkosa Indah. Ummi pun menelannya dengan berjuta perasaan mual. Tapi itu belum seberapa. Seorang lelaki kini berada di tengah antara kedua kaki Ummi yang mengangkang. Kepala penisnya mulai menekan vagina Ummi. Ummi ketakutan tapi tak bisa apa-apa.

 “Ayo, kamu harus lihat. Ini yang terjadi pada memekmu tadi!” pemilik penis itu memaksa Indah menunduk. Indah yang masih menahan sakit, terpaksa melihat saat penis lelaki itu siap menembus kelamin Ummi.

 “Aaarrgrrrhhh… Aarrrgghhhhh… Mmmmmppfff…” Ummi tak bisa teriak lebih keras lagi karena mulutnya penuh sperma. Tapi itu cukup untuk mengekspresikan kesakitannya saat penis lelaki itu menembus vaginanya dengan kekuatan penuh. Ummi terus mengerang dan merintih. Sebab, lelaki itu langsung menggenjot dengan kecepatan tinggi. Seolah ingin segera menyelesaikan. Gesekan yang ditimbulkannya menyebabkan pedih tak terkira.

 Sementara di belakang, Indah menghadapi ancaman baru. Seorang lelaki mencoba melebarkan lubang anusnya dengan menusukkan jari yang sebelumnya dilumuri sperma di dalam vaginanya. Ketika dua jari dimasukkan ke situ, Indah menjerit kesakitan. Namun, belum lagi jeritannya bertambah keras, mulutnya sudah disumpal dengan celana dalamnya sendiri.
INDAH


 Akhirnya, yang ditakutkannya terjadi. ABG itu merasa bagian bawah tubuhnya terbelah saat anusnya ditembus penis lelaki di belakangnya. Lalu, lelaki itu pun menggenjot dengan kecepatan tinggi sambil kedua tangannya mencengkeram kedua payudara Indah dari belakang. Posisi itu membuat payudara gadis remaja itu seakan dibetot ke belakang. Indah tak kuat lagi, ia pingsan sesaat sebelum lelaki itu menumpahkan spermanya ke dalam anusnya. Ternyata, Ummi juga pingsan beberapa saat sebelum pemerkosanya menumpahkan sperma ke dalam vaginanya. Kendati demikian, seorang lagi tetap saja menyodominya. Tangan kedua gadis itu kemudian diikat ke belakang punggungnya. Mulut Indah dan Ummi pun disumbat celana dalam mereka sendiri. Keduanya kemudian dibiarkan tergeletak pingsan di dekat meja makan. Empat lelaki masih memperkuat ikatan ketika tiba-tiba terdengar bentakan.

 “Hei, apa-apaan ini!?”

 Ternyata Khusnul, gadis tertua di kos-kosan itu. Khusnul terkejut bukan main melihat 5 lelaki bugil di situ, sedang tiga ‘adik’nya tergeletak telanjang di ruang makan. Melihat Khusnul datang, pimpinan komplotan itu langsung mendekatinya.

 Namun di luar dugaan, gadis itu tiba-tiba melayangkan tendangan ke pangkal pahanya. Lelaki itu mengaduh dan jatuh telungkup sambil memegangi selangkangannya. Empat rekannya segera merubung Khusnul.

 “Wah, cewek secakep kamu bisa karate juga ya?” kata salah satu dari mereka. Khusnul mencoba tenang. Dengan sikap waspada, ia memasang kuda-kuda.

 Ketika salah seorang dari mereka mendekat dengan tangan terbuka ke arah dadanya, Khusnul menyabetkan tasnya ke wajah lelaki itu. Hantaman yang telak. Lelaki itu membekap wajahnya yang sakit. Pandangannya pun nanar.
KHUSNUL

 Namun, seorang lagi berhasil memeluk Khusnul dari belakang.

 “Aiiihhh…” Khusnul memekik. Sebab, sambil memeluk itu, tangan lelaki itu dengan kurang ajar menangkap kedua payudaranya dari luar jubah dan jilbab besarnya.

 Dengan cepat Khusnul menyikut lelaki di belakangnya. Lelaki itu mengaduh dan pegangannya mengendur. Namun, posisi lemah itu, segera dimanfaatkan dua lelaki lainnya. Seorang dari mereka meninju tepat ke ulu hati Khusnul.

 Khusnul mengaduh dan membungkuk. Lalu satu pukulan lagi menghantam bagian belakang kepalanya. Tak ayal lagi, ia jatuh telungkup. Setengah sadar, Khusnul merasa diseret. Lalu, kedua tangannya diikat dan dengan ikatan di tangannya itu, ia digantung di kusen pintu kamar Uswatun. Cukup tinggi, hingga ia berdiri jinjit.

 Perlahan kesadarannya bangkit. Di saat itulah ia melihat 5 lelaki bugil mengelilinginya dengan pandangan marah. Khusnul coba bicara, tapi tak bisa. Mulutnya disumpal celana dalam entah milik siapa.

 “Cewek jalang, harus diberi pelajaran,” kata pimpinan komplotan.

 “Eungghhhhhh… Eeungghhhh… Mmmmmffff…” Khusnul mengerang. Lelaki itu dengan marah mencengkeram selangkangan dan kedua payudaranya berulang-ulang.

 Lalu, seolah balas dendam, lelaki itu menyuruh komplotannya menarik turun celana dalam Khusnul. Wajah Khusnul merah padam ketika jubahnya diangkat ke pinggang lalu celana dalamnya dilepas dan kakinya dikangkangkan.

 “Memek yang cantik. Sayangnya… harus kurusak!” kata lelaki itu geram sambil menjambak rambut kemaluan Khusnul. Gadis itu mengerang lagi.  Lelaki itu tiba-tiba mundur dan sebuah tendangan melayang tepat ke vagina telanjang itu. Suara berdebuk terdengar keras diiringi erangan panjang gadis itu. Vagina Khusnul langsung terlihat memerah.

 “Cukup. Skor satu sama. Sekarang telanjangi cewek ini. Kita lihat, kuat nggak memeknya lawan 5 kontol!”

 Khusnul panik tapi tak bisa berbuat apapun. Kelima lelaki itu seperti kawanan serigala. Mencabik-cabik pakaiannya, hingga akhirnya tinggal jilbab dan kaus kaki yang melekat di tubuhnya.

 Sambil merokok, pimpinan komplotan itu berlutut di depan Khusnul. Jari- jarinya kemudian menguakkan bibir vagina Khusnul selebar-lebarnya, seolah hendak merobeknya. Khusnul mengerang kesakitan. Tapi itu belum apa-apa. Lelaki itu mendekatkan wajahnya ke arah pangkal pahanya.

 CESSSSSS…

 “Euuungggggggghhhhhhhhhhh…!!!” Khusnul mengerang keras dan panjang. Kepalanya digeleng-gelengkannya menahan sakit. Rokok di mulut lelaki itu masuk jauh ke dalam liang kelaminnya yang basah dan padam disitu. Lelaki itu meninggalkan rokoknya terjepit vagina Khusnul dan hanya tampak bagian filternya saja.

 Sementara Khusnul masih mengerang dan air mata menitik dari kedua matanya. Tubuhnya yang tergantung kini diputar menghadap ke dalam kamar. Matanya membelalak melihat Uswatun dan Halimah terikat dan telanjang bulat di ranjang. Dua temannya yang sudah siuman pun sama takutnya melihat Khusnul yang tengah dipermainkan. Entah berapa pasang tangan meremas-remas keras kedua payudaranya, memilin dan menarik- narik putingnya.

 Khusnul ketakutan ketika lelaki di depannya menyalakan sebatang rokok lagi. Ia mengerang dan meronta sejadinya waktu api dari korek gas didekatkan ke selangkangannya. Dan…api itu membakar rambut kemaluannya. Panas, tapi tak sampai melukai kulit kelaminnya. Aroma rambut terbakar memenuhi kamar Uswatun. Khusnul mengerang saat kelaminnya diremas-remas dan dengan tiba-tiba rambut yang tersisa dijambak. Saat itulah dilihatnya seorang lelaki mendekati Uswatun dan Halimah. Kedua gadis itu mengerang saat jari telunjuk dan tengah kanan dan kiri lelaki itu ditusukkan jauh ke dalam kelamin keduanya.
KHUSNUL


 Lelaki itu kini berdiri di hadapan Khusnul sambil mengacungkan empat jari berlumur sperma. “Aku masih kasihan sama kamu. Ini supaya kamu nggak terlalu kesakitan,” katanya sambil menyusupkan dua jari ke liang vagina Khusnul.

 Masuk dua ruas, Khusnul menggeliat-geliat. Lelaki itu menggerakkan jarinya memutar, seolah hendak melumasi pintu lubang kemaluan gadis itu.

 “Sudah siap, bos. Silakan menikmati memek perawan sok tahu ini!” katanya kepada pemimpin gank itu. Celah vagina Khusnul kini tampak mengkilat.

 Khusnul panik. Ia melihat lelaki itu mendekat dengan penis yang panjang dan besar, mengacung ke arah pangkal pahanya. Ia mengerang-erang saat mulai merasakan benda itu menekan liang vaginanya. Sperma yang dioleskan tadi memudahkan kepala penis itu masuk. Tapi cuma berhenti di situ. Sebab, lorong selebihnya betul-betul kering.

 Khusnul mulai kesakitan. Apalagi, di belakang lelaki dengan jari berlumur sperma menusuk anusnya dengan telunjuk. Lalu, dua jaripun menusuk-nusuk lubang sempit itu. Kepala gadis itu terdongak ketika salah satu putingnya dihisap kuat-kuat dan tiba-tiba saja digigit agak keras. Rasa sakit di pucuk payudaranya belum lagi hilang, lelaki di depannya mendengus lalu mendorong pinggangnya maju. Suara erangan Khusnul seperti hewan disembelih saat vaginanya akhirnya ditembus. Tapi itu belum seberapa, seorang lagi menyodominya. Gadis itu kini bagai sepotong sosis yang terjepit roti sandwich.

 Kelima lelaki itu seperti kesetanan. Begitu satu lelaki selesai menumpahkan spermanya di dalam vagina maupun anus Khusnul, lelaki yang lain langsung menggantikannya. Tepat saat lelaki kelima menyelesaikan hajatnya, Khusnul pingsan. Kepalanya terkulai lemah.

 Kelima lelaki itu tertawa-tawa sambil memandangi korban terakhir mereka. Dari celah pangkal paha Khusnul mengalir sperma bercampur darah keperawanannya. Tubuh Khusnul kemudian diturunkan dari gantungan.

 Namun, kedua tangannya kembali diikat ke belakang tubuhnya. Giliran Uswatun dan Halimah yang berbaring bersebelahan yang ketakutan. Sebab, Khusnul diangkat seorang lelaki dengan posisi kaki mengangkang. Dari celah vaginanya masih terlihat cairan putih menetes-netes.

 Uswatun menggeleng-geleng ketika selangkangan Khusnul didekatkan ke wajahnya. Tapi tak urung wajah lembut gadis itu pun ternodai tetesan sperma dari vagina Khusnul. Halimah pun diperlakukan serupa, sebelum akhirnya Khusnul dibaringkan di sebelah mereka.

 Kelima lelaki itu tak juga lelah mempermainkan korban-korbannya. Pemandangan di kamar itu sungguh beraroma nista. Lima lelaki telanjang bulat dengan tubuh mengkilap karena keringat, merubung tiga gadis berjilbab, tetapi terbuka total di bagian bawahnya. Tak bosan- bosannya mereka meremas-remas payudara ketiga gadis itu. Pimpinan komplotan itu masih juga dirasuki dendam kepada Khusnul. Ia ingin gadis itu merasakan penderitaan. Disulutnya rokok, asapnya dihembuskan ke wajah Uswatun. Gadis itu memalingkan wajahnya. Tapi mendadak terdengar erang kesakitan Halimah. Sebabnya, lelaki itu menyetuhkan batang korek api yang telah padam ke puting susunya. Meski sudah padam, panasnya masih menyakiti bagian sensitif itu.

 “Yuk, bangunin cewek ini. Kita kerjain sampai dia betul-betul kapok,” katanya. Sambil berkata begitu, ia menarik-narik kedua puting Khusnul yang masih pingsan. Lalu, disentuhnya pelan puting kanan Khusnul dengan ujung rokoknya. Spontan terdengar erangan gadis itu. Matanya berkerjap- kerjap dan keningnya berkerut. Belum lagi ia sadar sepenuhnya, giliran klitorisnya disundut rokok. Kali ini tubuhnya mengejang dan dari mulutnya terdengar erangan panjang.

 “Hahaha… bagus kamu sudah bangun. Sebab, kamu harus merasakan sakitnya!” kata pemimpin komplotan sambil menjepit dua puting Khusnul kuat-kuat dan menariknya ke atas hingga punggung gadis itu melengkung.

 Dari kaki ranjang, ia mengambil handuk kecil dan membungkus dua jarinya dengan handuk putih itu. Khusnul meronta-ronta ketika jari terbungkus handuk itu ditusukkan ke liang vaginanya. Di dalam, jari lelaki itu bergerak berputar, menyapu segenap sudut vagina Khusnul.

 Pedihnya tak terkira. Ketika ditarik keluar, handuk putih itu terlihat bernoda lendir putih bercampur noda merah. Tak cuma Khusnul, Uswatun dan Halimah pun mengalami hal serupa. Keduanya mengerang dan meronta dengan sia-sia.

 Lalu kelima lelaki itupun mengulangi lagi perkosaan atas ketiganya. Vagina yang kering membuat ketiganya kembali merasakan pedih yang amat sangat. Untuk pertama kali, Khusnul harus menahan mual di antara rasa sakitnya, sebab mulutnya dipaksa mengulum penis salah satu pemerkosanya.
KHUSNUL


 Yang paling menyiksanya dan nyaris membuatnya kembali pingsan adalah saat ia dipaksa menerima penis seorang lelaki di dalam vaginanya dalam posisi duduk. Begitu penis itu menancap jauh, tubuhnya ditarik pemerkosanya ke belakang, hingga kini ia berbaring di atas perut pemerkosanya. Lalu, dari depan, seorang lelaki memaksa penisnya masuk ke dalam vaginanya yang telah dipadati sebatang penis. Kalau saja mulutnya tak tersumpal penis, Khusnul pasti sudah menjerit histeris, karena sakit yang luar biasa.

 Tapi ternyata itu baru permulaan. Sebab, kelima lelaki itu menuntaskan hajat mereka dengan menumpahkan sperma ke dalam mulut gadis itu.

 Gadis itu lalu dipaksa berdiri lagi merapat ke lemari dan diikat dengan tangan ke atas. Posisi itu membuat payudaranya membusung. Para lelaki kemudian mengikat pangkal payudaranya dengan tali rafia hingga kedua buah dadanya melembung seperti balon dan merah tua karena darah mengumpul di situ.

 Tak hanya itu kedua putingnya kemudian diikat dengan sehelai benang. Di ujung masing-masing benang diikatkan sebuah batu baterai besar. Khusnul merintih-rintih menahan pedih. Sementara dari sudut bibirnya menetes sperma para pemerkosanya.

 ***

 6 gadis masih tak berdaya di tempat masing-masing usai rangkaian pemerkosaan brutal itu. Sementara para pemerkosanya kembali duduk santai di ruang tamu. Mereka merancang sebuah rencana panjang atas para korbannya sambil menunggu seorang lagi yang bakal datang pukul 15.00.

 Yang mereka tunggu pun datang, tepat pukul 14.50. Seorang gadis mungil berkaus ketat lengan panjang merah jambu dan jilbab pendek sewarna. Penampilannya khas gadis masa kini. Berjilbab, tetapi keseksian tubuh justru ditonjolkan. Itu pula yang terlihat padanya.

 Gundukan kecil sepasang payudara tampak mencuat di balik kaus ketatnya. Begitu ketatnya, sampai-sampai garis branya tercetak jelas di sana. Sementara celana kaus ketat hitamnya pun memperlihatkan lekuk pangkal pahanya dengan jelas. Pemandangan indah itulah yang disaksikan para lelaki dari balik kaca ketika gadis itu mengetuk pintu.

 Pintu dibuka. Gadis itu tampak agak terkejut melihat 5 lelaki di ruang tamu.

 “Silakan masuk Mbak, sudah ditunggu Mbak Halimah,” kata yang membuka pintu.

 Tapi gadis itu berusaha tak peduli. Ia pun duduk di kursi kosong, terpisah dari para lelaki.

 “Teman kuliah Mbak Halimah ya?” tanya pimpinan komplotan.

 “Bukan,” jawabnya singkat.

 “Eh, mbak siapa namanya, kuliah di mana?” lanjut lelaki itu sambil mengulurkan tangan dan menyebutkan namanya. Tak ingin bersikap kaku, gadis itu membalas jabat tangan lelaki itu.

 “Lina. Saya nggak kuliah kok,” sahutnya sambil sedikit tersenyum.

 “Oh, kerja ya, Mbak? Di mana?”

 “Saya wartawan…” lanjut Lina. Gadis itu agak menikmati kekaguman yang terpancar di wajah para lelaki. Tapi ia tak sadar, di balik pandang kagum itu tersimpan nafsu yang besar.

 “Wah, hebat. Tapi jadi wartawan bahaya lho buat perempuan secantik Mbak,” lelaki itu mulai menebar perangkap.

 Wajah Lina memerah, setengah senang setengah malu, selebihnya mulai jengkel. “Ah, biasa saja,” katanya.

 “Betul, Mbak, bahaya. Apalagi, biar pakai jilbab, Mbak kelihatan seksi lho!”

 “Mbak Halimahnya mana sih?” sahut Lina coba mengalihkan perhatian.
LINA


 “Ngomong-omong, itu susu ukuran berapa sih?” lanjut lelaki itu diikuti tawa teman-temannya.

 Lina kini kelihatan marah. “Kalian ngomong apa sih? Jangan kurangajar gitu dong!” katanya sambil berdiri.

 “Eh, jangan marah gitu, mbak. Saya kan cuma tanya ukuran susu. Pegang juga belum,” kata lelaki itu.

 “Ihh, sebel!” kata Lina sambil berbalik ke arah pintu.

 Tapi tiba-tiba tubuhnya direngkuh dari belakang dan sebilah belati menekan lehernya.

 “Aiiii… ap-apa-apaan ini,” katanya coba meronta. Tapi tubuh mungilnya kalah kuat. Ia didorong ke tengah para lelaki.

 “Nggak usah ribut, sayang. Nurut saja, kalau nggak ingin susu kecil ini copot dari badanmu,” kata pimpinan komplotan sambil menjumput gundukan kecil di dada Lina. Lina menggigit bibirnya menahan ngilu.

 Ia kini tak berdaya, sebab kedua tangannya diikat ke belakang. Maka leluasalah para lelaki menjamah sekujur tubuhnya. Payudaranya yang cuma sekepalan tangan mungilnya menjadi sasaran favorit. Bahkan, dari luar t-shirt ketatnya, seseorang menemukan putingnya dan terus memilin-milinnya.

 “Awwwhhh… aduhhh, sudah dong… aduhhhh, lepaskan saya… aduhhh… saya janji nggak lapor polisi… aduduh… mmmfff…” Lina makin kesakitan, tapi ia tak bisa berteriak. Salah satu lelaki menciumnya dengan amat bernafsu, sementara pangkal pahanya diremas-remas dengan kasar. Begitu pula kedua gundukan pantatnya.

 Lina kini dibaringkan di meja ruang tamu. Kedua kakinya ditekuk ke atas hingga mengangkang seluas-luasnya. Lina nyaris menjerit ketika melihat sebatang penis besar di depan wajahnya. Tapi mulutnya langsung terbungkam karena penis itu dipaksa masuk ke mulutnya yang mungil.

 Gadis itu betul-betul tak berkutik. Ia merasakan t-shirtnya ditarik ke atas, lalu bra-nya dibetot hingga putus. Lina nyaris menggigit penis di dalam mulutnya karena sakit luar biasa akibat kedua putingnya dijepit dan ditarik-tarik.
LINA


 Lina makin panik waktu celana kaus ketatnya di bagian pangkal paha digunting hingga memperlihatkan celana dalam putihnya. Cd-nya pun mengalami hal serupa, sobek di bagian tengah. Para lelaki berebut melihat dari celah itu, vaginanya yang mulus, nyaris tanpa rambut.

 Tubuh Lina mengejang dan dari mulutnya yang terbungkam terdengar erangan kesakitan. Ternyata pimpinan komplotan menusukkan satu jarinya ke liang vaginanya sejauh-jauhnya. Keperawanannya hilang hanya oleh satu tusukan.

 Pedihnya belum hilang saat penis yang beberapa kali lipat lebih besar dari jari, ganti menusuk vaginanya.

 “Hebat… aku dapat memek wartawati. Hihhh… hihhh…” katanya sambil mendorong pinggangnya jauh, sekuat tenaga.

 Lina nyaris pingsan ketika semburan cairan kental memenuhi rongga mulutnya, lalu menyusul cairan yang hangat di dalam rongga vaginanya.

 Tapi para lelaki tak memberinya kesempatan beristirahat. Segera saja ada yang menggantikan posisinya. Darah menodai pangkal pahanya. Tapi itu tak membuat seorang di antara mereka menusukkan penisnya ke anusnya yang sempit. Kali ini Lina mencapai batas kemampuannya. Ia pingsan. Tapi tetap saja perkosaan berlanjut, sampai semua lelaki kehabisan tenaga, membiarkan Lina tergeletak dengan paha mengangkang yang memperlihatkan gumpalan sperma bernoda darah di situ, serta mulut mungilnya yang meneteskan sperma. Sepasang payudaranya yang mungil tampak merah kebiruan bekas remasan kasar. Salah satu putingnya lecet dan menitikkan darah.

 ***

 Para pemerkosa itu tampaknya belum betul-betul puas. Mereka memasukkan motor Lina ke garasi dan mengunci rapat pagar rumah serta menutup korden ruang tamu. Kini tak ada yang mengira ada kehidupan di dalam. Para tetangga pun menyangka para mahasiswi yang kos di situ tengah pulang kampung.

 Hari mulai gelap ketika 7 gadis berjilbab dikumpulkan di ruang tengah. Semua telah sadar dari pingsannya. Dan semua kini dalam ketakutan luar biasa. Kelima lelaki itu di depan mereka masing-masing memegang sebuah botol minuman keras dan menenggaknya.

 Para gadis dalam kelelahan dan kesakitan luar biasa. Mereka tak punya keberanian lagi untuk melawan, apalagi di tangan para lelaki tergenggam berbagai senjata tajam. Tapi mereka agak lega ketika satu persatu diperintah untuk mandi di kamar mandi yang terbuka dan kembali berpakaian rapi, namun tanpa pakaian dalam lagi. Kini di ruang tengah itu berkumpul 7 gadis berjilbab.

 “OK, sekarang waktunya pesta. Kamu berdiri, kita akan buat album foto!” pimpinan komplotan menunjuk Lina.

 Gadis mungil itu ketakutan. Perlahan ia berdiri di depan 6 temannya. Pangkal celananya yang sobek tak begitu tampak. T-shirt ketatnya masih menampakkan bentuk payudaranya yang tak seberapa besar. Kali ini putingnya tampak membayang, karena ia tak mengenakan bra.
LINA


 “Ayo, joget dan mulai lepaskan baju dan celanamu. Jilbabmu nggak usah dilepas,” lelaki itu melanjutkan. Kebetulan TV menyiarkan lagu-lagu dangdut.

 Dengan iringan dangdut itulah Lina mulai bergoyang. Kilatan lampu blitz menerpa tubuhnya saat ia mulai melepas celana panjang ketat disusul celana dalamnya.

 Lalu, t-shirtnya pun lepas. Sementara para gadis dipaksa memperlihatkan kegembiraan dengan bertepuk tangan dan tertawa-tawa. Ketika Lina usai, ia ganti duduk di tengah rekannya yang lain. Lalu, gadis-gadis lain mendapat giliran menari striptease. Dari keadaan tertutup rapat, gadis-gadis itu kini telanjang bulat, kecuali jilbab di kepala mereka.

 Ketujuh gadis itu kemudian difoto dengan beragam pose. Termasuk di antaranya pose seolah mereka sedang berpesta lesbian. Uswatun difoto dalam keadaan berdiri dengan Khusnul di bawah menjilati selangkangannya, sedang di belakangnya Halimah memegangi kedua payudaranya. Ketujuh gadis itu juga difoto saat mulut mereka mengulum penis. Khusnul bahkan difoto dengan leher botol menusuk vaginanya dan kedua putingnya dihisap Inda dan Aisyah.

 Usai sesi fotografi itu, ketujuh gadis dibaringkan di lantai dan satu persatu para lelaki kembali menyetubuhi mereka. Pesta gila itu berlangsung semalam suntuk. Ketujuh gadis berulangkali pingsan akibat kelelahan dan sakit amat sangat. Menjelang pagi, baru para lelaki itu merasa puas. Tapi mereka tak segera pulang. Setelah ketujuh gadis itu betul-betul siuman, mereka kembali dikumpulkan di ruang tengah, masih tanpa busana dan jilbab yang kusut serta sekujur tubuh yang basah oleh sperma.

 “Oke, kalian semua sungguh memuaskan. Tapi ingat, lain kali kami akan datang lagi kapanpun kami mau. Atau, kalian yang datang ke mana kami perintahkan. Ingat, foto-foto kalian akan tersebar di kampus dan di internet jika kalian berani bicara kepada siapapun,” kata pimpinan komplotan itu.

 “Mengerti?!” katanya sambil meremas payudara Khusnul. Gadis itu mengangguk lemah. Pertanyaan serupa diajukannya kepada 6 gadis lainnya, juga sambil mencengkeram payudara mereka.

 ***

Lima lelaki itu telah pergi. Tujuh gadis di rumah itu saling berangkulan sambil terisak-isak. Mereka tak tahu apa yang harus mereka lakukan. Tapi mereka sadar, mereka kini telah jadi budak seks lima lelaki itu.

2 komentar: